Muso dan Aidit Sama-sama Mati Diberondong Peluru
Nasib tragis dua gembong komunis yang berakhir diterjang peluru tentara. Siapa dua gembong komunis Indonesia yang nasibnya begitu tragis mati diterjang peluru tentara? Dia adalah Muso. Satunya lagi adalah Dipa Nusantara Aidit atau lebih dikenal dengan sebutan DN Aidit.
Tempo dalam buku," Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara," menulis Muso mengubah paham revolusioner Dipa Nusantara Aidit menjadi aksi. Keduanya telah mencoba. Tapi keduanya gagal.
Mengutip buku," Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara," yang disusun Tim Tempo, kedatangan Muso dari Rusia membangkitkan gairah revolusi Dipa Nusantara Aidit.
Aidit begitu terkesan pada gagasan Muso, ”Jalan Baru bagi Republik”. Menurut arsitek pemberontakan PKI di Jawa dan Sumatera pada 1926 itu, yang kemudian dilibas Belanda, seluruh kekuatan sosialis komunis harus disatukan.
Untuk merebut kekuasaan, PKI tak
boleh bergerak sendiri. Pada pertengahan 1948 itu, Aidit muda ditugasi mengkoordinasi seksi perburuhan partai. Padahal umurnya baru 25 tahun, banyak yang lebih senior dan berpengalaman. Posisi
strategis ini merupakan kepercayaan besar bagi lelaki tamatan sekolah dasar itu.
Muso tulis Tempo dalam buku yang disusunnya mencela Proklamasi. Kemerdekaan 17 Agustus. Menurut Muso, revolusi 17 Agustus justru merupakan kegagalan besar kaum revolusioner.
Kepemimpinan nasional jatuh ke tangan individu yang ditudingnya borjuis yakni Soekarno dan Hatta. Bukan ke genggaman kaum proletar, buruh dan tani.
Sikap ini, menurut Tempo dalam buku yang disusunnya diyakini Aidit. Bagi Aidit, kehadiran Muso menjanjikan aksi, bukan sekadar angan revolusi. Hanya sebulan setelah Aidit menerima jabatan koordinator seksi perburuhan partai, tepatnya pada dini hari 18 September 1948, tiga letusan pistol menyalak di kesunyian Kota Madiun, Jawa Timur.
Massa yang menyebut dirinya kaum revolusioner bergerak. Puluhan ribu buruh dan tani merangsek mengambil alih kekuasaan pemerintah di daerah-daerah.
Muso mencoba mendirikan apa yang disebutnya ”Soviet Republik Indonesia”. Madiun, Magetan, Cepu, Blora, dan sejumlah kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikuasai massa PKI. Bendera merah bergambar palu arit ditancapkan di banyak tempat. Soekarno meminta rakyat memilih: dirinya atau Muso, yang dicapnya sebagai pengkhianat Republik. Demikian Tempo menulis dalam buku," Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara."
Muso, lalu balik menuduh Soekarno dan Hatta sebagai kolaborator imperialis. Menurut Tempo, ini fase penting sekaligus genting bagi karir politik Aidit. Aksi massa revolusioner di lapangan berujung getir. Mayoritas pimpinan partai tertangkap, lalu dihukum tembak.
Menurut Suripno, seorang pentolan partai komunis yang hidupnya berakhir di ujung bedil, gerakan gagal karena sepi dukungan rakyat. Layu dalam dua pekan.
Pengalaman itu terasa semakin pahit bagi Aidit. Muso, mentor yang digugunya tewas ditembak tentara. Sempat tertangkap di Yogyakarta, Aidit cukup beruntung lepas karena tak dikenali. Belakangan, setelah jadi Ketua Comite Central PKI, Aidit menyebut peristiwa itu sekadar ”permainan anak-anak”.
Aidit lalu menuduh Mohammad Hatta, perdana menteri saat itu sebagai pihak yang memprovokasi peristiwa Madiun pada tahun 1948. Aidit mencurigai Amerika Serikat di belakang pemerintah Indonesia untuk melawan ”bahaya komunis”.
Dari Yogyakarta, Aidit kabur ke Jakarta, dan dikabarkan melarikan diri ke Beijing, Cina. Namun menurut buku karangan Murad Aidit, sang abang bersembunyi di daerah pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Aidit memakai nama samaran Ganda. Bergerak dalam senyap, bersama beberapa yang tersisa, Aidit mencoba membangun kembali partai yang terserak. Aidit masih setia pada ide Muso. Lewat penerbitan Bintang Merah, ia menyebarkan lagi paham revolusioner dan anti imperialis.
Aidit kerap mencantumkan nama ”Alamputra” di bawah tulisannya.
Tiga tahun berlalu, karier politik Aidit makin moncer. Aidit kemudian "mengkudeta” kelompok PKI tua, Alimin dan kawan-kawan yang dinilai melakukan banyak kesalahan.
Tan Ling Djie, anggota senior politibiro PKI didepak karena perbedaan pandangan politik. Didukung sejumlah aktivis muda dalam Kongres V PKI, 1951, Aidit berhasil mencapai posisi Ketua Comite Central PKI.
Aidit terus di puncak kekuasaan itu hingga tak lama setelah Gerakan 30 September 1965.
Tapi seperti Muso, nasib Aidit juga berakhir tragis. Hidup Aidit berakhir diterjang peluru. PKI juga setelah dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang di seluruh Indonesia.
Ещё видео!