Kafir Atau Non Muslim
Sebelum rekomendasi "Non Muslim" menggantikan kata "Kafir" diberikan pun, kita orang Indonesia, sudah sangat hati-hati dan sangat ingin menjaga perasaan saudara kita di Indonesia meski berbeda agama
Saya misalnya nggak pernah memanggil atau menyebut ibu dan ayah saya dengan kata-kata "woy kafir, makan yuk". Kita selalu memanggil dan menyebut orang berdasarkan titel lain yang mereka nyaman didalamnya
Misal, "Mau kemana pi?" atau "Makan yuk mi?", "Bajunya bagus tante", dan lain sebagainya. Tidak hanya di Indonesia, di dunia saya juga melihat hal yang sama, mereka punya padanan kata terhadap kata kafir, misalnya non Muslim atau selain Islam
Hanya yang menjadi permasalahan bukanlah hal itu. Tapi sebuah ide pemikiran yang ada di belakangnya. Bahwasanya kata "kafir" tidak boleh digunakan dalam konteks kewarganegaraan. Ini yang berbahaya
Karena ada upaya ingin menaruh negara diatas agama, bahasa kerennya "ayat konstitusi diatas ayat suci". Di mata negara, tidak ada kafir dan mukmin, sebagaimana negara sekuler yang lainnya
Inilah pemikiran liberal yang sangat berbahaya, bagi mereka kata kafir dan Muslim harus dihilangkan dalam konteks kewarganegaraan, walau dalam istilah teologis masih dibolehkan. Melatih cara berpikir sekuler bukan? Bahwa jangan bawa-bawa agama, jangan bawa-bawa Allah dalam urusan bernegara
Apa lagi yang menjadi hal yang harus diwaspadai dalam polemik "Kafir atau Non Muslim" ini? silakan saksikan videonya, semoga manfaat
Ещё видео!