Aidit Panik dan Takut Dengar Jenderal Nasution Lolos
Tidak hanya Letkol Untung Syamsuri dan kawan-kawan yang panik, Aidit juga panik begitu mendengar Jenderal Nasution lolos dari upaya penculikan komplotan Gerakan 30 September pada dini hari 1 Oktober 1965. Begitulah yang terjadi pada pagi 1 Oktober 1965.
Ya lolosnya Jenderal Abdul Haris Nasution dari upaya penjemput paksa yang dilakukan regu penculik pimpinan Pelda Djahurup bikin skenario Gerakan 30 September jadi berantakan. Bahkan dari situ mulai terlihat awal dari kegagalan dari gerakan upaya makar tersebut.
Padahal, Nasution adalah jenderal yang jadi target utama untuk diculik. Maka, lolosnya target utama dari penculikan bikin komplotan Gerakan 30 September yang dikomandani Letkol Untung Syamsuri kalut dan panik. Tidak hanya Letkol Untung dan kawan-kawan yang panik, lolosnya Jenderal Nasution juga bikin panik Dipa Nusantara Aidit, Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ketika itu juga sudah ada di kawasan Halim setelah dijemput Mayor Udara Sujono dari rumahnya sebelum operasi penculikan para jenderal dilaksanakan.
Dikutip dari buku, "Kudeta 1 Oktober 1965 : Sebuah Studi tentang Konspirasi," yang ditulis Victor M Fic, pukul 11 malam hari, begitu persiapan operasi Gerakan 30 September di Lubang Buaya selesai maka para perancang atau pimpinan Gerakan pergi menuju Penas yang jadi Cenko I dan tiba kira-kira pukul 2 dini hari. Sementara Kolonel Latief tetap berada di Lubang Buaya mengirim pasukan pelaksana penculikan para jenderal yang menjadi target.
Saat itu, Ketua PKI DN Aidit telah berada di pos komandonya di rumah milik Suwardi di komplek Halim Perdanakusumah. Menurut Victor M Fic, keberadaan Aidit di sana untuk melangsungkan tahap politik operasi itu begitu para jenderal sudah diamankan, dibawa ke Lubang Buaya segera setelah Presiden Soekarno dibawa ke rumah Komodor Susanto.
"Harap diingat bahwa maksud skenario Aidit adalah setelah mengamankan Presiden di istana, Soepardjo akan membawanya langsung ke rumah Susanto dimana Aidit akan menemuinya untuk melaksanakan kelanjutan politik setelah pembersihan dengan melaksanakan satu dari tiga rencana aksi," tulis Victor M Fic dalam bukunya.
Kira-kira pukul 1.30 dini hari tanggal 1 Oktober, ketika tujuh tim tentara yang ditugaskan menculik para jenderal meninggalkan Lubang Buaya.
Pukul 3.30 pagi operasi penjemputan paksa selesai. Tapi tak berjalan mulus. Salah satu target penculikan Jenderal MT Haryono, terbunuh di rumahnya karena melawan saat hendak diculik. Begitu juga dengan Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Panjaitan. Keduanya juga terbunuh.
Pada pukul 4.00 pagi batalyon 454 dan 530 mengepung istana dan mengendalikan stasiun radio dan pusat komunikasi di Lapangan Merdeka. Kemudian pukul 4.00, operasi penculikan terhadap Jenderal Nasution dilakukan. Tapi sang jenderal senior itu dapat meloloskan diri dengan luka di kaki. Dalam peristiwa penculikan di rumah Menko Hankam ini, Ade Irma Suryani, salah satu putri Jenderal Nasution terluka parah.
"Pada pukul 4.30 Jenderal Yani terbunuh di rumahnya. Pukul 4.50 Jenderal Panjaitan terbunuh pula. Pukul 5.00 Jenderal Parman, Soeprapto, dan Sutoyo bisa dibawa hidup-hidup. Jadi ketika pasukan penculik kembali ke Lubang Buaya laporan yang mereka bawa adalah tiga jenderal mati, tiga hidup dan satu melarikan diri namun terluka," tulis Victor M Fic dalam buku yang disusunnya.
Saat itu, Sjam Kamaruzzaman, Letkol Untung Syamsuri, Brigjen Soepardjo dan ditambah Letkol Udara Heru Atmodjo ada di Gedung Penas. Mereka sibuk mengatur dan memantau operasi penculikan para jenderal. Lalu sebuah salinan Dekrit Nomor 1 Dewan Revolusi disodorkan Sjam Kamaruzzaman kepada mereka untuk disetujui dan ditandatangani, sebagai tanda bahwa Dewan tersebut telah mendapat dukungan dari keempat angkatan bersenjata.
Kira-kira pukul 05.50, Lettu Dul Arief datang tergopoh-gopoh ke Gedung Penas yang dijadikan Markas Cenko I. Anak buah Letkol Untung di Cakrabirawa itu melaporkan bahwa para jenderal telah “diamankan” ke Lubang Buaya. Dul Arief juga melaporkan jika Jenderal Nasution yang jadi target utama penculikan berhasil lolos.
Berita lolosnya Jenderal Nasution itu oleh Mayor Udara Sujono langsung disampaikan kepada DN Aidit. Mayor Udara Sujono kala itu bertindak sebagai kurir bagi Sjam, Aidit, dan Omar Dani. Laporan tentang lolosnya Nasution membuat Aidit sangat terkejut.
Ketua PKI itu sadar, dengan masih hidupnya Jenderal Nasution, pasti masalah besar akan menghadang. Menurut Victor M Fic, Soepardjo sempat menyarankan kepada Aidit agar operasi ofensif harus segera dilakukan sekali lagi, termasuk pemindahan Presiden tapi para pentolan G30S PKI sudah kebingungan dan panik.
Kepanikan para komplotan Gerakan 30 September setelah dilaporkan Jenderal Nasution lolos juga digambarkan Frans Hitipeuw dalam buku,"Karel Sadsuitubun," yang disusunnya.
![](https://s2.save4k.org/pic/o-aBfKuZa7o/maxresdefault.jpg)