KOMPAS.TV - Wacana penundaan pemilu ini terus bergulir dari elit parpol dengan dalih memulihkan ekonomi karena pandemi covid-19.
Kegaduhan penundaan pemilu ditengah masyarakat mencuat setelah KPU memutuskan pelaksanaan pemilu serentak pada 14 Februari 2024 dan pilkada serentak 27 November 2024.
Berdasarkan data Litbang Kompas 7 hingga 12 Maret 2022 sebanyak 62,3% responden setuju pemilu tetap digelar.
25,1 persen tidak mempermasalahkan pemilu di tunda atau tidak, 10,3% setuju pemilu ditunda 2-3 tahun lagi dan 2,3 persen tidak tahun.
Jika penundaan pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden terealisasikan maka para elit telah melakukan pembangkangan konstitusi yang melangga Pasal 22 E Ayat 1 UU Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sementara itu, peneliti Perludem Nurul Amalia Salabi mendesak para pengambul keputusan segera membahas anggran pemilu 2024.
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menjelaskan alokasi anggran pemuilu 2024 sebesar 86 triliun belum dapat dikucurkan, hal ini menunggu arahan presiden.
Bambang Soesatyo mengungkapkan pokok pokok haluan negara diharapkan rampung pada April mendatang. Kedepanya MPR akan mengkomunikasikan dan menyesuaikan dengan dinamika politik.
Wacana amandemen ini dicuriagi tidak hanya mengenai pokok-pokok haluan negara.
Sejumlah pihak khawatir ini menjadi celah perubahan konstitusi mengenai masa jabatan presiden, atau penambahan waktu jabatan presiden hingga 3 tahun.
Di lain pihak Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai, wacana penundaan pemilu merupakan pelanggaran konstitusional. Upaya menunda pemilu di akhir masa jabatan tak lepas dari kepentingan politik.
Senada dengan Feri pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta melihat adanya kepentingan dalam wacana ini.
Sementara itu anggota Komisi III DPR fraksi Partai Nasdem Taufik Basari menjelaskan DPR tetap patuh pada konstitusi.
Presiden Jokowi menegaskan bahwa akan tetap taat dan tunduk tetapi juga patuh terhadap konstitusi.
Artikel ini bisa dilihat di : [ Ссылка ]
Ещё видео!