1.Cerai Gugat dalam KHI: Istri sebagai Pihak yang Menggugat
Dalam konteks hukum Islam yaitu KHI, istilah cerai gugat memiliki makna yang berbeda dengan yang terdapat dalam UU Perkawinan dan PP 9/1975, karena dikatakan bahwa gugatan cerai dapat diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
Sementara, dalam KHI makna cerai gugat adalah gugatan yang diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan kediaman tanpa izin suami.
Penting diketahui bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2.Cerai Talak dalam KHI: Suami sebagai Pihak yang Menggugat
Cerai talak diatur dalam Pasal 114 KHI yang berbunyi:
Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Adapun yang dimaksud tentang talak adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Secara sederhana, cerai talak adalah permohonan cerai yang diajukan atau dimohonkan oleh pihak suami.
Lebih lanjut, penjatuhan talak oleh suami diatur dalam Pasal 129 KHI yang berbunyi:
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Dengan kata lain, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Sehubungan dengan ini, apabila talak diucapkan di luar pengadilan, maka hukumnya hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak sah menurut hukum negara. Akibatnya, ikatan perkawinan antara suami–istri yang terlibat belum putus secara hukum.
Sekian.
Apabila ada pertanyaan bisa tinggalkan komentar
Terimakasih.
Website: [ Ссылка ]
Ещё видео!