Keberadaan Kampung Adat Miduana tidak terlepas dari kehadiran Desa Balegede itu sendiri. Dimana, sejarahnya bermula ketika dua tokoh kembar pendiri Balegede yakni Eyang Jagat Nata dan Eyang Jagat Niti.
Keduanya disebut-sebut merupakan keturunan dari Kerajaan Pajajaran, yang mencari tempat pemukiman baru untuk menghindari kemelut yang terjadi di negara Kerajaan Sunda menjelang akhir keruntuhannya.
Jagat Nata dan Jagat Niti berhasil mendirikan perkampungan baru, dan membuat tempat perjumpaan atau pasamoan dengan para koleganya, dari berbagai tempat dalam sebuah rumah besar, namanya Balegede atau Bale Gede. Artinya tempat perjumpaan besar. Catatan lain menyebutnya Bale Ageung atau Bale Agung.
Selanjutnya Eyang Jagat Niti atau dikenal sebagai Eyang Rangga Sadane memiliki anak bernama Eyang Jiwa Sadana, kemudian membuka kampung atau Dusun Miduana tak jauh dari lokasi Bale Ageung.
Bagi warga Miduana, Eyang Jiwa Sadana mendapat tempat spesial, selain karena sebagai pembuka leuweung peteng atau hutan belantara yang kemudian menjadi tempat tinggal bersama rombongan Jiwa Sadana secara matuh atau menetap.
Berdasarkan catatan pemangku adat Kampung Adat Miduana, Abah Yayat, silsilah pemimpin di Miduana dimulai dari Batara Sayang, yang menurunkan para raja di Tatar Sunda hingga Kesultanan Mataram.
Sementara bagi sesepuh Miduana, sejarah mereka dimulai dari Eyang Entuk, yang merupakan keturunan dari raja-raja Sunda yang kemudian memiliki anak keturunan ke bawah seperti Eyang Gendul Maya, Haliwungan, Eyang Rinaga, Eyang Dalem, Eyang Cetuk, Eyang Mega Wayang, Eyang Rongga Wayang, Eyang Bodas, Eyang Niti atau Eyang Jagat Niti, Eyang Jiwa Sadana, Eyang Mukram, Eyang Para Main atau Eyang Sura hingga Eyang Sukanta.
Kini keturunan Eyang Sukanta menjadi kokolot di Kampung Adat Miduana.
Miduana sendiri berasal dari kata Midua artinya terbagi dua. Hal ini berkaitan dengan keberadaan kampung atau dusun tersebut yang berada persis diantara dua sungai Cipandak, yakni Cipandak hilir dan Cipandak girang, yang dikenal dengan arus sungainya yang landai dan tidak curam.
Kampung ini dibuka pertama kali dengan istilah Jogol Alas Roban, yang dipimpin Eyang Jiwa Sadana. Saat pertama kali dibuka oleh Jiwa Sadana, Kampung Miduana hanya dihuni oleh sembilan kepala keluarga termasuk Jiwa Sadana.
Mereka kemudian turun-temurun beranak cicit disana hingga kini dengan tetap memegang pikukuh karuhun dengan segala peraturannya.
Ragam Budaya
Terdapat beberapa kegiatan kebudayaan atau tradisi-tradisi yang masih dipertahankan oleh komunitas adat di Dusun Miduana. Pertama, untuk memelihara ‘tataliparanti’ atau adat istiadat itu mereka memiliki sesuatu yang hanya dihapal di luar kepala oleh para kokolot adat.
Mereka menyebutnya Dongdonan Wali Salapan (Petunjuk Sembilan Wali). Kesembilan ‘dongdonan’ itu antara lain: Ciung Wanara, Lutung kasarung, Piit Putih, Heulang Rawing, Singa Batara, Batara Singa, Rambut Sadana, Sapu Jagat dan Balung Tunggal.
Dugaan sementara Dongdonan Wali Salapan itu mengacu pada sembilan kepala keluarga atau umpi saat Dusun Miduana dibuka setelah peristiwa Jogol Alas Roban.
Isi dari Dongdonan Wali Salapan itu antara lain meliputi petunjuk dan doa-doa buhun atau mantra saat mengurus lahan pertanian, memelihara ternak, pernikahan atau perjodohan, marak atau menangkap ikan di sungai, syukuran hingga pedoman beradaptasi dengan lingkungan baru.
Bagi warga adat Miduana, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa hendaknya harus seiring dengan pemeliharaan dan penghormatan terhadap alam dan lingkungan. Sehingga, akan banyak ditemukan istilah pamali terhadap sesuatu yang dilarang dan berpotensi merusak alam dan lingkungan di sekitar wilayah tersebut.
Kedua, secara turun-temurun dikawasan Kampung Adat Miduana selalu melaksanakan berbagai kegiatan adat. Meskipun pada bagian-bagian ritual tertentu kini sudah tidak dijalankan lagi.
Beberapa lanjaran talali paranti karuhun seperti tatakrama untuk memulai atau mitembeyan tatanen sudah jarang dilakukan para generasi muda Miduana.
Terlebih bagi generasi Miduana yang berada di luar kedusunan tersebut karena alasan pekerjaan, perkawinan, sekolah atau hal lain, namun di Kampung Mandalajaya, Pojok, Pondok Waluh dan Kampung Kubang Bodas beberapa adat istiadat masih terpelihara,
Ketiga, di Miduana juga masih dilaksanakan kegiatan tradisi yang mereka sebut sebagai Mandi Kahuripan, yang dilaksanakan pada bulan muharam dan berlangsung di Sungai Cipandak.
Dipimpin kokolot adat seluruh warga berbondong-bondong dengan tertib sesuai kelompok ‘Dongdonan Wali Salapan’ yang ada di Miduana.
Nantikan video selengkapnya!!!
Kunjungi website CianjurKab !
Ещё видео!