Menegangkan Suasana di Rumah Jenderal Nasution Usai Penculikan
Dalam buku,"Soekarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965," yang berisikan catatan hariannya, Rosihan Anwar, wartawan senior Indonesia banyak menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Tanah Air dari tahun 1961 sampai 1965. Termasuk peristiwa penculikan terhadap Jenderal Abdul Haris Nasution oleh komplotan G30S PKI.
Ketika itu, Rosihan Anwar tinggal di rumah yang tepat berhadapan dengan rumah Jenderal Nasution di Jalan Teuku Umar Jakarta. Pada hari penculikan, seperti ditulis dalam catatan hariannya, Rosihan Anwar sempat terbangun oleh bunyi serentetan tembakan di rumah Nasution.
Dia juga sempat melihat truk yang mengangkut para penculik Jenderal Nasution. Rosihan Anwar juga usai penculikan terjadi sempat melihat dengan mata kepala sendiri, jenazah yang ditutupi kain yang kemungkinan besar itu adalah jenazah Anggota Brimob Karel Sadsuitubun pengawal rumah Waperdam J Leimena.
Seperti diketahui, Karel Sadsuitubun gugur setelah sempat berkelahi dengan salah seorang anggota penculik Jenderal Nasution yang berpakaian Cakrabirawa. Berikut ini adalah catatan yang ditulis Rosihan Anwar terkait beberapa peristiwa yang terjadi usai penculikan para jenderal.
Pada 2 Oktober 1965, Rosihan Anwar menulis catatan dengan judul," Jam Malam di Jakarta. Pada 2 Oktober 1965, Pangdam V/Jaya selaku Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah Brigjen Umar Wirahadikusuma mengumumkan bahwa dalam rangka pengamanan daerah Jakarta Raya, dinyatakan berlaku jam malam.
Jadi sejak tanggal 2 Oktober 1965 mulai jam 18.00 sampai 06.00 diberlakukan jam malam. Rosihan Anwar yang tinggal di Jalan Teuku Umar atau di komplek dimana Jenderal Nasution tinggal masih ingat,
di Jalan Teuku Umar pada tanggal 2 Oktober 1965 terasa sekali suasana yang tegang dan mencekam.
Dengan kebijakan jam malam itu setiap lalu lintas masuk keluar jalan itu diperiksa oleh pos-pos tentara. Maklum, di jalan itu berdiam Jenderal Nasution, dan Doktor Leimena. Rosihan mengenang, setiap dia pulang ke rumahnya di Jalan Teuku Umar selalu dihadang tentara yang berjaga.
"Tiap kali saya pulang ke rumah saya dihadang dan ditanya oleh prajurit-prajurit yang berjaga di sana," tulis Rosihan Anwar dalam catatan hariannya.
Pada tanggal 2 Oktober 1965, Rosihan Anwar juga mencatat, AURI mengeluarkan pernyataan yang menegaskan AURI tidak turut campur dalam “Gerakan 30 September”. AURI setuju dengan setiap gerakan pembersihan yang diadakan di dalam tubuh tiap alat revolusi sesuai dengan garis Pemimpin Besar Revolusi.
AURI tidak turut campur dalam urusan rumah tangga lain angkatan dan AURI tidak tahu menahu mengenai Dewan Revolusi Indonesia maupun mengenai susunan personalianya.
"Apakah ini usaha mencuci tangan pihak Omar Dani? Mungkin sekali sebab ia tentu mulai melihat “Gerakan 30 September” oleh Letnan Kolonel Untung mulai berantakan. Juga dari pihak angkatan lain keluar pernyataan mendudukkan persoalan pada proporsi sebenarnya," kata Rosihan Anwar dalam catatan hariannya yang ia tulis pada tanggal 2 Oktober 1965.
Masih kata Rosihan Anwar dalam catatan hariannya, pada tanggal yang sama, Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian Inspektur Jenderal Sutjipto Judodilhardjo mengirim radiogram kepada para Deandak, Pangdak seluruh Depak dan seluruh anggota AKRI yang menegaskan tidak benar, ia duduk dalam apa yang dinamakan “Dewan Revolusi Indonesia”. Dicantumkannya nama dia adalah di luar pengetahuannya.
ALRI atau Angkatan Laut Republik Indonesia pun mengeluarkan pernyataan resmi. ALRI sama sekali tidak menyetujui dan tidak membenarkan “Gerakan 30 September” (G-30-S) tersebut. Disebutnya nama Men/Pangal dan nama Mayjen KKO Hartono tentang itu mereka tidak tahu-menahu dan mereka tidak terlibat dalam G30S.
Pada tanggal 3 Oktober 1965, Rosihan Anwar menulis catatan berjudul," Pidato Radio Soekarno dan Soeharto."
Dalam catatan hariannya yang ditulis pada tanggal 3 Oktober 1965, Rosihan Anwar mengungkapkan bahwa dirinya terpaksa memperhatikan siaran RRI lebih cermat untuk mendapatkan informasi kalau-kalau ada perkembangan lebih jauh.
Rosihan Anwar menulis, Presiden pada tanggal 3 Oktober mengucapkan amanatnya berupa perintah yang telah diumumkan tanggal I Oktober 1965. Ia menyatakan berada dalam keadaan sehat walafiat dan tetap memegang tampuk pimpinan Negara.
Tonton juga Channel Intel Melayu 2: [ Ссылка ]
Ещё видео!