Rencana pemerintah Indonesia menggali potensi fulus dari pedagangan karbon tak sejalan dengan kampanye perubahan iklim yang digaungkan nyaris hampir semua negara di seluruh dunia.
Tumpang tindih kepemilikan lahan, leluasanya perusahaan sawit mendapat perizinan, dan kebakaran hutan yang masih terus terjadi, menggambarkan bagaimana kebijakan perdagangan karbon itu hanya menggantang asap, alias omong kosong.
Tim Narasi menyusuri wilayah Katingan Mentaya Project di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, sebuah proyek restorasi ekologi jual beli karbon di lahan gambut yang telah dimulai sejak 2015. Wilayah konservasi ladang karbon ini dikelilingi perusahaan sawit.
Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah konservasi ini terbakar karena imbas kebakaran lahan di area PT Persada Era Argo Kencana (PEAK), sebuah perusahaan sawit yang produknya dijual ke Unilever, Kraf, Nestle dan Pepsi.
Temuan ini menjadi sebuah paradoks, disaat Shell dan Volkswagen mendanai restorasi ekologi untuk mencuci dosa di Katingan Mentaya Project, sementara Unilever, Kraf, Nestle dan Pepsi menjadi konsumen perusahaan sawit yang menjadi biang keladi kerusakan lahan di wilayah konservasi yang mereka danai lantaran Pemerintah Indonesia memberikan izin kepada perusahaan itu di lokasi yang sama.
(Narasi)
#KelapaSawit #Borneo #BukaMata #Narasitv
Tonton juga Buka Mata eps. [Omong Kosong Perdagangan Karbon di Borneo] dan episode lainnya di [ Ссылка ] atau klik link [ Ссылка ]
Jangan lupa subscribe, tinggalkan komentar dan share video ini.
Tonton konten video-video lainnya di [ Ссылка ]
Follow:
[ Ссылка ]
[ Ссылка ]
[ Ссылка ]
Konten video dan YouTube Channel ini adalah bagian dari Narasi.
Ещё видео!