[ Ссылка ]
TRIBUN-MEDAN.COM, MADINA - Banjir dan longsor melanda 16 Kecamatan dan 74 Desa di Kabupaten Mandailing Natal hingga Minggu, (19/12/2021).
Menurut Aktivis Lingkungan Pantai Barat Sumatera, Bim Harahap, terdapat cerita kelam di balik banjir yang terjadi diduga merupakan bencana ekologis akibat tambang liar.
"Ini memang bencana ekologis, kita berharap pemerintah jujur. Ini bukan lagi karena tingginya curah hujan ya. Alasan pemerintah mengatakan karena curah hujan lebat adalah salah," kata Bim, Minggu.
Pria yang akrab disapa Bembeng ini, bukan sembarang menuding. Menurut Bim, pihaknya telah lama menyoroti dan merekam peristiwa pengerusakan alam di Daerah Aliran Sungai (DAS) Madina.
Mulai dari hutan-hutan digunduli, Sungai Batang Natal yang dahulu jernih sebagai sumber penghidupan kini berubah menjadi gelombang cokelat keruh.
Ekskavator penambang emas bebas beroperasi mencincang sungai-sungai sepanjang 24 jam tanpa jeda. Bagi Bembeng, ini seperti kekebalan kejahatan lingkungan yang tak mampu diadili.
Menurut Bim, awalnya hanya tambang-tambang rakyat yang beroperasi. Lama-kelamaan, dan terlebih 3 tahun terakhir sungai Batang Natal dikeruk tanpa ampun menggunakan ekskavator.
Sumber malapetaka dimulai di Desa Tombang Kaluang hingga Desa Gambir Kecamatan Lingga Bayu. Sepanjang 22 Kilometer inilah ekskavator beroperasi mencincang sungai untuk tambang raksasa.
"Sialnya, efek dari pengerukan sungai ini, terasa 33 km sungai yang tak ada aktivitas tambangnya. Ironisnya, lumpur mengubah wajah sungai hingga ke lautan," ujarnya.
Nelayan Natal selama ini dibiarkan menanggung beban. Ikan tangkapan juga punah, karena aktivitas dan limbah tambang telah mengubah birunya air laut menjadi lumpur dan racun.
Bim meminta Pemerintah Kabupaten Madina ataupun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, KLHK agar lebih baik berterus terang dan jujur kepada publik tentang penyebab banjir hari ini.
"Pemerintah jujur sajalah sudah," tegasnya.
Terbukti, longsor dan abrasi hingga banjir bukan lagi sekadar ancaman. Kini, bencana itu telah nyata menjadi kehancuran berat yang nyata dan telah membawa efek buruk di Bumi Madina.
Bila pemerintah masih saja abai, maka kehancuran yang lebih dasyat akan terjadi di Madina. Bim mengibaratkan, Madina akan 'kiamat lokal' bila praktik perusakan yang secara terang-terangan ini tetap dibiarkan.
Menurutnya, perusakan ekosistem yang terbesar di Sumatera Utara ada di Madina. Semua praktik perusakan berproses karena adanya pembiaran oleh pemerintah.
"Dulu kan ini pembiaran sebenarnya. Pertama dari penambang tradisional. Kemudian menggunakan mesin dompeng, dari dompeng meningkat ke penggunaan ekskavator masuk investasi dari luar," sebut Bim.
Bim, meyakini Bupati Madina saat ini mengetahui bahwa persoalan tersebut ada pembiaran. Soalnya, dulunya Bupati Madina saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati pada periode lalu.
Memang, kata Bim beberapa hari lalu sebelum banjir Bupati Madina datang dan mengajak supaya pertambangan dihentikan.
Sayangnya, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi pun telah berkali-kali meminta tambang tersebut ditertibkan, namun tak berefek dan tetap saja bebas beroperasi mencincang sungai-sungai Madina.
"Makanya kita bilang, kayak enggak ada hukum di situ. Dan inilah efeknya, hari ni kita telah melihat apa yang terjadi, efeknya besar merusak bumi Madina," kata Bim.
Cerita lain soal banjir di Madina, datang dari Daflan Kepala Desa Patiluban Hilir, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal yang turut terdampak.
"Dari semalam banjir datang dengan ketinggian 2- 3 meter dari bahu jalan," kata Daflan.
Dikatakannya warga yang terkena banjir ada 220 KK. Ada pun sebagian masyarakat ada yang mengungsi di rumah keluarga dan lainnya di jembatan yang tidak tergenang banjir.
"Kalau desa kami salah satu tempat pengungsian di jembatan. Karena itu salah satu tempat yang tinggi," ujarnya.
Kini kondisi di desanya sudah tidak lagi diguyur hujan dan banjir telah mulai menyusut 1-2 meter.
Diungkapnya sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan bantuan pangan dari pemkab. Sebab, jalan menuju lokasi desa masih putus total. Sehingga tak bisa dijangkau.
"Makanya sementara ini kami menggunakan sampan untuk ke kedai - kedai mengambil stok makanan," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Kominfo Mandailing Natal (Madina), M. Syahnan Pasaribu kronologis terkait kejadian longsor dan banjir di Madina.
"Awalnya tingginya curah hujan pada tanggal 15, 16, 17 dan 18 Desember di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Madina," katanya kepada Tribun Medan, Minggu (19/12/2021).
Baca selengkapnya di www.tribun-medan.com
Ещё видео!