Hingga saat ini, lebih dari 250 kepala Desa terjerat kasus korupsi Dana Desa. Lebih dari 170 milyar uang rakyat pun digondol maling DD ini. Namun ada yang luput dari perhatian masyarakat dan tentunya sangat vital dalam mendongkrak perekonomian rakyat desanya jika dikelola dengan baik, yaitu aset desa.
Ternyata, pada aset desa pun sangat rawan untuk dikorupsi dengan modus menyalahgunakan wewewnang. Bahkan bisa saja, jika pengelolaan aset desa ini dibongkar aparat penegak hukum, jumlahnya akan lebih banyak dari korupsi dana desa.
Sebelum UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa disahkan, Tanah kas desa menjadi hak pemerintah desa untuk dikelola sebagai kompensasi gaji mereka. Namun setelah UU No. 6 tahun 2014 berlaku, Gaji kepala desa dan perangkatnya sudah ditanggung oleh Alokasi Dana Desa, sehingga Seluruh penghasilan dari aset desa harus masuk seluruhnya ke dalam PADes yang sah untuk selanjutnya diatur pengelolaanya dalam APBDes.
Sementara Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang saya garis bawahi adalah Kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat. Artinya Apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan desa, Harus berdasarkan kepentingan masyarakat dan prakarsa masyarakat, Termasuk didalamnya pengelolaan aset desa mulai dari perencanaan sampai evaluasi, Harus melibatkan masyarakat. Jika tidak, maka sama artinya dengan tidak melaksanakan UU Desa itu sendiri.
Hampir setiap desa di kita memiliki aset desa terutama berupa lahan atau tanah kas desa. Namun Dalam pengelolaannya, masih banyak Kepala Desa tidak melibatkan masyarakat atau atas hanya atas kemauannya sendiri, dengan tujuan tentunya untuk kepentingan dan keuntungan personal kepala desanya itu sendiri. Sehingga terjadilah penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian desa atau negara yang kemudian disebut korupsi aset desa.
MODUS KORUPSI yang dilakukan yaitu dengan Melakukan kerjasama dengan pihak ketiga tanpa melalui proses administrasi yang benar. Misalnya, tanah tersebut tanpa disertifikatkan dulu. Padahal menurut Pasal 6 Permendagri No. 1 tahun 2016, Aset desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa. Artinya, sebelum dilakukan kerjasama, TKD tersebut harus sudah bersertifikat atas nama desa.
Kemudian Dalam pelaksanaan kerjasamanya tidak berlandaskan Permendagri No. 96 tahun 2017 tentang Tata Cara Kerja Sama Desa Di Bidang Pemerintahan Desa. Mulai dari perencanaan yang harus berdasarkan keputusan Musdes, pelaksanaan yang dilakukan melalui seleksi perusahaan, sampai tahapan evaluasi.
Kadang-kadang, Musdes saja tidak dilakukan, Cukup dengan rapat kecil Kepala desa dan beberapa anggota BPD, itu dianggap selesai Musdes. Padahal, BPD dalam Musdes sebagai penyelenggara, bukan pemutus suatu hal. Krena pemutus adalah quorum rapat Musdes tersebut yang di dalamnya melibatkan seluruh unsur tokoh masyarakat desa setempat.
Hasil dari kerjasama pemanfaatan tanah kas desa tadi, tidak dimasukan kedalam kas desa, karena memang Ketika prosesnya tidak sesuai dengan aturan hukum pemanfaatan TKD dan aturan kerjasama desa, dana hasil dari kerjasama tersebut tidak bisa masuk pada pos pendapatan lain-lain yang sah, Sebab frasa sahnya tidak terpenuhi.
Itulah modus yang sering dilakukan oknum kepala desa yang menyalahgunakan wewenangnya dalam pemanfaatan TKD.
Kemudian bagaimana cara menanganinya?
Ketika memang ada pelanggaran, maka tangan hukum harus bisa menjamahnya. Ketika hasil penyelidikan atau penyidikan, ternyata memang unsur mens rea atau niat jahatnya tinggi, maka proses hukum wajib dilanjutkan.
Yang ditakutkan itu, ketika ada laporan masyarakat ke aparat penegak hukum, oleh penegak hukum malah dijadikan ATM. Damai dengan fuluus. Ini yang dihawatirkan. Maka masyarakat kalau melakukan pelaporan, harus mengawal laporan tersebut. Jangan sampai dijadikan ATM baru oleh APH yang berperut lapar dan miskin integritas.
Tetapi ketika penyimpangan tersebut murni karena ketidaktahuan, maka yang dikedepankan adalah pembinaan dan perbaikan sistemnya. Artinya, Pemerintah Kabupaten atau Bupati sebagai atasan langsung kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan, harus melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap menafaatan aset desa di wilayahnya.
Dan tahapan tahapan ini harus melibatkan forum komunikasi pemerintah daerah atau Forkopimda, agar semua unsur terlibat dalam penanganannya.
Ещё видео!