Fakta yang Jarang Terungkap, Kisah Lemari Rahasia dan Eksekusi Mati DN Aidit
Ini fakta yang jarang terungkap tentang kisah lemari rahasia yang jadi tempat persembunyian DN Aidit. Juga fakta yang jarang terungkap soal eksekusi mati Aidit. DN Aidit yang dimaksud adalah Dipa Nusantara Aidit.
Dia, pada tahun 1965, orang penting di Indonesia. Ketua partai yang termasuk salah satu partai peraih suara terbanyak dalam pemilu 1955. Partai yang diketuai Aidit itu tak lain adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai ini pada tahun 1966, atau tepatnya pada 12 Maret 1966 dibubarkan oleh Letjen Soeharto atas nama Presiden Soekarno dengan berbekal Surat Perintah 11 Maret atau yang lebih dikenal dengan sebutan Supersemar.
Partai Komunis Indonesia dibubarkan dan diputuskan jadi partai terlarang karena dianggap jadi dalang peristiwa berdarah pada dini hari 1 Oktober 1965 yang kemudian dikenal dengan sebutan pemberontakan G30S PKI. Peristiwa berdarah itu merenggut nyawa enam jenderal pimpinan teras Angkatan Darat saat itu. Kematian para jenderal pimpinan puncak Angkatan Darat itu yang membuat Angkatan Darat murka. Lalu melakukan aksi balasan yang mematikan.
Aidit sendiri ketika Gerakan 30 September gagal di Jakarta, pada 2 Oktober 1965 dini hari melarikan diri ke Yogyakarta dari Pangkalan Halim Perdanakusuma dengan menggunakan pesawat Dakota milik AURI. Setelah itu, ia berpindah tempat sembunyi dari kejaran tentara sembari mengkonsolidasikan kembali kekuatan partainya.
Mengutip buku," Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi,"
yang ditulis Victor M Fic, Aidit sendiri tidak sempat menyaksikan kehancuran habis-habisan yang diderita partainya akibat perbuatannya. Karena tidak lama setelah ia menulis instruksi-instruksi tetapnya pada 10 November, Aidit ditangkap pada tanggal 22 November 1965 oleh pasukan Kostrad pimpinan Kolonel Jasir Hadibroto.
Pada tanggal 23 November 1965, Aidit ditembak mati oleh pasukan Jasir Hadibroto di Boyolali Jawa Tengah. Dalam bukunya, Victor M Fic sempat menggambarkan tempat persembunyian Aidit sebelum dia ditangkap pasukan Jasir Hadibroto.
Aidit sembunyi di sebuah rumah yang ada di Desa Sambeng di luar kota Solo. Rumah itu milik seorang kader PKI. Kamar yang ditempati Aidit cukup nyaman. Dilengkapi lemari berpintu ganda yang dibuat khusus untuk tempat bersembunyi dalam keadaan darurat. Lemari itu, bila dibuka akan terlihat hanya pakaian-pakaian tergantung di kapstok. Tetapi di balik pakaian-pakaian itu ada sebuah dinding lagi yang memisahkan bagian depan lemari itu dengan sebuah tempat bersembunyi di belakangnya.
Sampai kemudian lokasi persembunyian Aidit dapat diendus. Pada 22 November 1965, rumah itu digerebek oleh pasukan pimpinan Kolonel Jasir Hadibroto. Tapi ketika pasukan Jasir Hadibroto menggerebek kamar itu, mereka mendapati kamar dalam keadaan kosong.
Tapi ketika para tentara yang menggerebek hendak meninggalkan kamar, mereka melihat sebuah cangkir kopi yang masih mengeluarkan asap di atas meja. Mereka juga mendapati sepasang sandal di bawah kurs yang menunjukkan bahwa orang yang diburu pastinya masih ada di tempat itu dan pergi bersembunyi ketika diperingatkan oleh tuan rumah.
Maka, para tentara yang melakukan penggerebekan itu kembali memeriksa kamar. Akhirnya, setelah menginterogasi ulang pemilik rumah, lemari dalam kamar dibuka. Lantas lemari itu disingkirkan dari dinding. Dan Aidit pun ditemukan sedang bersembunyi di celah rahasia dinding itu.
"Setelah Aidit ditangkap oleh Mayor Moes Subagio, ia konon menulis sebuah dokumen sepanjang 50 halaman, yaitu sebuah “pengakuan,” diambil fotonya ketika ia menandatangani dokumen itu, dan kemudian ditutup matanya, kembali diambil fotonya, dan kemudian ditembak, atas perintah Kolonel Yasir Hadibroto," tulis Victor M Fic dalam bukunya.
Setelah ini, Mayor Udara Sugianto menerbangkan Mayor Moes Subagio ke Jakarta, dengan pesawat bernama Monitor, untuk melapor kepada Mayjen Soeharto bahwa Aidit telah ditembak mati. Mayor Moes Subagio datang ke Jakarta juga sambil membawa “pengakuan” Aidit dan sejumlah foto, salah satunya memperlihatkan Aidit sedang menandatangani kesaksiannya dan kemudian sebuah foto yang memperlihatkan Aidit dengan mata tertutup sebelum ditembak mati.
Tapi ketika tiba di Kostrad, ternyata Mayjen Soeharto sedang tidak ada. Ia sudah keburu pergi ke Yogyakarta. Kelak di Yogyakarta, Kolonel Jasir melaporkan soal eksekusi Aidit pada Soeharto. Oleh Mayor Moes Subagio " pengakuan” Aidit dan foto-foto itu lantas diserahkan kepada Kolonel Wahono, Asisten Operasi Kostrad disaksikan oleh Kolonel Kemal Idris.
Ещё видео!