Setelah berhenti di Rumah Makan Mandira, Mompang Julung, Mandailing Natal. Bus ALS 118 kembali melanjutkan perjalanan. Saya tertidur saat bus kembali bergerak menuju Medan dan kembali terbangun saat bus berhenti di masjid yang ada di tepi jalan pada waktu shubuh.
Masjid tempat penumpang ALS 118 sholat namanya Masjid Raya Sri Alam Dunia. Masjid ini merupakan bangunan cagar budaya. Ia dibangun pada tahun 1933.
Setelah memberikan kesempatan bagi penumpang muslim untuk menjalankan ibadah sholat shubuh, bus kembali melanjutkan perjalanan dan saya kembali tertidur.
Saya terbangun kembali saat bus ini berhenti di loket ALS Tarutung untuk menurunkan penumpang. Setelah itu saya tidak tidur lagi karena hari sudah terang dan saya ingin menyaksikan daerah yang dilewati sepanjang perjalanan ini.
Di Tarutung ini banyak sekali kedai di kanan kiri jalan yang menjual Kacang Garing Sihobuk, saya penasaran. Apakah rasanya sama seperti Kacang Barandang?
Setelah Tarutung, selanjutnya adalah Siborong – borong yang dikenal karena menjadi bagian dari lirik lagu yang sempat viral “makan daging kambing dengan sayur kol”
Kemudian selanjutnya adalah Balige. Disini banyak penumpang yang turun. Kondisi di dalam bus mulai agak lengang karena di Tarutung tadi juga ada beberapa penumpang yang turun.
Waktu telah menunjukkan jam 10:30 namun bus belum juga berhenti untuk sarapan. Saya yang dalam perjalanan ini dalam kondisi tidak fit, semakin kusut.
Tepat jam 10:45, bus berhenti di Rumah Makan Family, Parapat. Ini adalah rumah makan yang sama yang pernah saya datangi saat menaiki ALS Super Executive dari Medan ke Padang.
Disini saya agak galau, apakah makan atau tidak, sebab perut saya yang tidak karuan karena terasa mual terus menerus. Namun, berhubung Medan masih 5 jam lagi, jadi saya putuskan untuk makan saja sebab sepertinya nanti bus tidak akan berhenti lagi.
Di rumah makan ini saya memilih nasi, sayur kol dengan lauk lele goreng. Harganya Rp 25.000, saya sempat bertanya kepada ibu pengelola rumah makan ini, katanya semua lauk flat harganya yaitu Rp 25.000, tapi kalau nasi tambahnya dimakan maka harus nambah Rp 5.000 lagi.
Setelah berhenti hampir 1 jam di Rumah Makan Family, kemudian ALS 118 kembali melanjutkan perjalanan.
Dari rumah makan ini, kendali bus diambil alih oleh Pak Harahap. Saat Pak Nasution akan ke kandang macan untuk istirahat, beliau meminta saya untuk di depan. Katanya sebentar lagi akan melewati Danau Toba.
“katanya mau shoting di depan, ditunggu – tunggu kok gag datang – datang?” kata Pak Nasution
Saya pun maju ke depan, duduk kursi stokar yang ditempati oleh Pak Daulay.
Tiba di Pusat Kota Parapat, ada beberapa penumpang yang turun disini. Lalu melewati sebuah pasar.
“biasanya pasar ini ramai sama wisatawan, tapi sekarang kan Cuma lokalan aja, sepi jadinya, covid lah biangnya” kata Pak Daulay
Tak lama kemudian, nampaklah Danau Toba di hadapan saya. Akhirnya bisa menyaksikan danau terbesar di Sumatera dari dekat walau hanya di dalam bus. Karena ingin melihat Danau Toba inilah saya memilih ALS untuk ke Medan.
Dan rasanya saya gak kapok walau perjalanannya bikin mabok.
Ещё видео!