Tradisi perang air ini ada di Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Semarang Tengah. Warga baik tua, muda dan anak-anak berbaur menjadi satu saling serang menggunakan air beraneka warna yang dibungkus dengan plastik. Tradisi yang dilakukan sejak turun temurun di Kampung Bustaman ini dilakukan untuk melestarikan budaya peninggalan leluhur, menjelang bulan Ramadan tiba. Sedari siang, warga menyiapkan air yang dibungkus plastik. Masing-masing warga yang didaulat tersebut menyiapkan "alat perang" dan dikumpulkan dalam ember. Kemudian saat menjelang sore, warga berkumpul di Mushala Al Barokah untuk didoakan terlebih dahulu.
Setelah mendapat doa dari sesepuh kampung, warga mulai perang air. Mereka saling serang dengan melemparkan air ke arah tubuh satu sama lain. Perang air yang berlangsung meriah ini bertujuan untuk membersihkan diri dari kesalahan menjelang bulan Ramadan dan juga bermaksud menghilangkan dendam antar warga. Menurut Sugiono, Gebyuran Bustaman merupakan tradisi peninggalan Kiai Bustaman, pendiri kampung. Menjelang Ramadan, Kiai Bustaman mengguyurkan air dari sumur kampung ke cucunya. "Seperti tradisi padusan di beberapa daerah, tujuan gebyuran ini untuk membersihkan noda sebelum menjalani ibadah puasa," jelasnya. Setelah perang air selesai dan warga sudah basah kuyup, kemudian warga berkumpul untuk makan nasi gudangan bersama.
Ещё видео!