MANOKWARI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat menetapkan tiga tersangka dugaan tindak pidana kasus korupsi pembangunan peningkatan jalan Mogoy-Merdey di Kabupaten Teluk Bintuni tahun anggaran 2023, Senin (18/11/2024).
Ketiga tersangka dugaan korupsi tersebut diantaranya kepala dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR) Papua Barat, NB serta dua konsultan pengawas dari CV GBT, masing-masing berinisial DA dan AK.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat, Muhammad Syarifudin mengharapkan, penetapan ketiga tersangka dugaan kasus korupsi peningkatan jalan Mogoy-Merdey di Kabupaten Bintuni itu telah melalui serangkaian penyidikan, penggeledahan hingga penyitaan barang bukti.
“tim penyidik telah menetapkan sementara tiga orang tersangka yakni NB selalu PPK (Pekerja pembuat komitmen) pada dinas PUPR Papua Barat, DA selaku direktur PT PSD sekaligus selaku konsultan pengawas pekerjaan peningkatan jalan Mogoy Merdey, Bintuni dan AK selaku inspektor PT PSD yang juga pengawas,” ujar Kejati
Diungkap Kejati, tim penyidik juga telah melakukan pemanggilan beberapa kali terhadap pihak penyedia jasa atau kontraktor yaitu CV GBT dan para pelaksana fisik pekerja peningkatan jalan Mogoy Merdey namun hingga hari ini tidak memenuhi panggilan.
Diungkapkan, dalam penyelidikan juga terungkap bahwa perbuatan para tersangka merugikan keuangan negara, sementara perhitungan dari tim penyidik sebesar Rp8,5 miliar lebih, atau dengan kata lain tidak memenuhi spesifikasi pekerjaan yang dipersyaratkan dengan kontrak.
“mulai hari ini, penyidik Kejati Papua Barat melakukan penahanan rutan terhadap para tersangka selama 20 hari kedepan di lapas kelas II B Manokwari,” ujarnya lagi.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Papua Barat, Abun Hasbullah Syambas, menambahkan bahwa kontraktor CV BGT tidak menyelesaikan pekerjaan peningkatan jalan Mogoy-Merdey Bintuni yang bersumber dari APBD Papua Barat tahun 2023 senilai Rp8,5 miliar lebih berdasarkan kontrak nomor 026 tertanggal 25 Agustus 2023 dan berakhir 31 Desember 2023.
Selama masa kontrak pekerjaan mengelami keterlambatan namun tidak dilakukan langkah-langkah penanganan kontrak, dan hanya dilaksanakan progres 51 persen.
“Tidak ada adendum pemberian kesempatan pengenaan denda biaya, meskipun bobot pekerjaan hanya 51 persen, tetapi terhadap pembayaran tersebut tetap dilakukan 100 persen dan dengan jaminan bank garansi hingga tanggal 10 Februari 2024,” ujarnya
Berdasarkan hasil pemeriksaan di on the spot pada 11 September 2024 dan 16 Oktober 2024 diketahui pekerjaan masih belum mencapai 100 persen.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ahli, diketahui mutu Beton yang terpasang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak yaitu mutu beton FC 25 MP atau K300, sedangkan mutu beton yang terpasang hanya FC 8,34 atau K100.
Dia memasikan, kasus ini masih terus dikembangkan. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain yang terlibat dalam proyek tersebut.
“Tidak menutup kemungkinan masih banyak yang akan menjadi tersangka. Mungkin baru kali ini juga konsultan pengawas jadi tersangka, karena selama ini berita acara tidak pernah dilakukan pengawasan di lapangan,” ujarnya.
Para tersangka diduga melanggar pasal 2 dan 3 ayat 1 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999, Dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun. (klikpapua)
Ещё видео!