MetroTV, MAHKAMAH Agung yang sejatinya ialah benteng terakhir pencari keadilan kini sedang limbung. Benteng itu nyatanya tak sekokoh yang diasumsikan, tidak setangguh yang diidamkan. Bangunannya rapuh, terlalu mudah ditembus bahkan dirobohkan karena para punggawa utamanya ternyata tak memiliki integritas yang cukup kuat untuk menyangga bangunan tersebut.
Tidak terbayangkan dalam benak publik sebelumnya, bagaimana mungkin hanya dalam waktu dua bulan ada dua hakim agung di lembaga yang sangat terhormat, Mahkamah Agung, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan rasuah alias suap alias jual beli perkara? Sebuah ironi yang teramat menyakitkan, MA yang semestinya menjadi lembaga yang 'kejam' terhadap koruptor, kini malah banyak dihuni para tersangka kasus korupsi.
Kita sesungguhnya sudah cukup terpukul ketika pada September 2022 lalu KPK menetapkan hakim agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Saat itu pun publik sudah mulai meragukan kekuatan benteng peradilan yang nyatanya gampang ditembus oleh tajamnya pisau suap.
Lalu, Senin (28/11) lalu KPK kembali menersangkakan hakim agung, yakni Gazalba Saleh, juga pada kasus dugaan suap penanganan perkara. Maka, semakin terkonfirmasilah bahwa bangunan benteng itu memang tak lagi steril. Mahkamah yang agung itu nyatanya sangat mudah tercemari, dan karenanya mesti cepat-cepat dibersihkan sebelum bangunan itu keburu makin lemah dan akhirnya roboh.
Namun sungguh disayangkan, dalam situasi seperti itu, MA justru seperti kehilangan sense of crisis. Alih-alih melindungi muruah lembaga dan wajah hukum negeri ini pada umumnya, mereka seakan membiarkan benalu itu mengotori lembaga lebih lama. Dengan dalih menunggu perkembangan kasusnya di KPK, MA tak segera menonaktifkan Gazalba Saleh kendati status tersangka sudah disandangnya.
Kelambanan sikap MA tersebut, di satu sisi boleh jadi dipahami sebagi sikap kehati-hatian lembaga itu sebelum mengambil tindakan krusial. Namun, tidak salah juga bila ada yang menilai kelambanan itu memperlihatkan sikap MA selama ini yang permisif, bahkan melindungi hakim-hakim berwatak nakal dan berperilaku buruk.
Adanya hakim-hakim nakal di dunia peradilan kita bukanlah isapan jempol. Bukan pula sekadar isu tanpa data sebagai dasar. Dalam perkara korupsi, misalnya, KPK menyebut hakim merupakan aparat penegak hukum yang paling banyak terjerat kasus korupsi. Dalam tiga tahun terakhir, sudah 25 hakim terjerat kasus korupsi.
Data lain yang disampaikan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) menyebut bahwa 18% hakim di Indonesia terdeteksi nakal. Bukankah fakta-fakta itu sudah cukup menjadi alarm bahwa reformasi peradilan tidak boleh ditunda lagi? Bukankah MA sebagai payung lembaga peradilan di Indonesia harus menjadi lokomotif reformasi itu sekaligus sebagai teladan penegakan hukum yang lurus?
MA dengan segala kemuliaan yang dimilikinya harus memimpin reformasi tersebut. Bangunan benteng keadilan harus diperkuat. Muruah MA mesti dibangun kembali.
MA tidak boleh sekadar menjadi lembaga penunggu. Menunggu ada kasus yang muncul, baru kemudian tersadar dan berbenah. Menunggu publik ramai-ramai meneriakkan ketidakadilan, setelah itu baru serius menegakkan keadilan.
Jangan tunggu publik marah karena dijejali kenyataan mereka yang seharusnya menegakkan hukum malah gemar mentransaksikan perkara demi menangguk fulus.
Jangan menunggu rakyat kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum di negeri ini, terutama dalam perkara korupsi, lantaran praktik lancung itu justru banyak dilakukan aparat penegak hukum dan aparat pengadilan.
#mahkamah #pengadilan #mahkamahagung #kpk #indonesia
#Metrotv #topreviewmetrotv #mediaindonesia
Ещё видео!