Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer sebelah utara Kota Padang, ibu kota Sumatra Barat, 36 kilometer dari Bukittinggi, 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibu kota Kabupaten Agam.
Danau Maninjau merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Danau Maninjau merupakan sebuah kaldera dari letusan besar gunung api yang menghamburkan kurang lebih 220-250 km3 material piroklastik. Kaldera tersebut terbentuk karena letusan gunung api strato komposit yang berkembang di zona tektonik sistem Sesar Besar Sumatra yang bernama gunung Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Kaldera Maninjau (34,5 km x 12 km) ditempati oleh sebuah danau yang berukuran 8 km x 16,5 km (132 km2). Dinding kaldera Maninjau mempunyai 459 m dari permukaan danau yang mempunyai kedalaman mencapai 157 m (Verbeek, 1883 dalam Pribadi, A. dkk., 2007).
Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai bernama Batang Sri Antokan. Di salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Sri Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 km mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau.
Danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatra Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak yang memiliki luas 129,69 km² yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar Danau Maninjau terdapat fasilitas wisata, seperti Hotel(Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai) serta penginapan dan restoran.
Salah satu danau di Indonesia
yang banyak dimanfaatkan potensi
kekayaan alamnya adalah Danau
Maninjau yang terletak di Kecamatan
Tanjung Raya Kabupaten Agam.
Antomi (2016) Danau Maninjau
merupakan kaldera dengan luas 9.738
Ha.
Secara tradisional, danau
dimanfaatkan oleh masyarakat lokal
sebagai sumber penghidupan untuk
kebutuhan sehari-hari dan sebagai
sumber penghidupan subsisten di sektor
perikanan darat.
Danau Maninjau merupakan danau
yang mempunyai banyak potensi.
Diantara
potensinya antara lain
dimanfaatkan untuk PLTA, sumber
mata pencaharian masyarakat di sektor
ekonomi dan juga sebagai kawasan
wisata. Sumber mata pencaharian
masyarakat dari Danau Maninjau adalah
dari biota danau itu sendiri yaitu dengan
menjadi nelayan tangkap dan sebagai
petani keramba jaring apung (KJA).
Danau Maninjau mempunyai
banyak biota yang terdapat di dalamnya,
mulai dari biota endemik seperti ikan
rinuak (rosterang ryroania), ikan bada
(rasbora argyrotaenia), ikan asang
(ostheocilus hasselty), ikan barau
(hampala macrolipedota), ikan nila
(oreochromis niloticus),
pensi
(corbicula moltkiana) dan lain-lain.
Biota pendatang di Danau Maninjau
diantaranya yaitu lobster air tawar (c
quadricaribatus), ikan lohan, ikan patin
dan ikan sapu-sapu (Pusat penelitian
Limnologi 2010).
Biota yang beragam memberi
peluang bagi nelayan tangkap untuk
mendapatkan penghasilan
disana.
Mereka biasanya menangkap biota
danau
menggunakan peralatan
tradisional seperti sampan, pukat, rago
(sejenis bubu), bagan (perangkap ikan
bada berukuran besar), pasok (sejenis
perangkap ikan bada tradisional),
tangguak dan peralatan tradisional
lainnya.
Kusnadi (2004) nelayan
tradisional adalah yang memanfaatkan
sumber daya perikanan dengan
peralatan tangkap tradisional, modal
usaha kecil dan organisasi penangkapan
yang relatif sederhana. Dalam
kehidupan sehari-hari, nelayan
tradisional berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Dalam arti hasil
alokasi hasil tangkap yang dijual lebih
banyak dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari.
Nelayan tangkap merupakan
salah satu pekerjaan yang ditekuni oleh
sebagian masyarakat di sekitar Danau
Maninjau. Penangkapan biota danau
yang dilakukan nelayan tangkap
didasari dari alat tangkap yang mereka
gunakan. Berdasarkan hal tersebut dapat
dilihat alat tangkap yang digunakan
berpengaruh terhadap jenis biota yang
didapat, curahan waktu yang digunakan
dan modal yang dikeluarkan.
Berdasarkan observasi di sekitar
Danau Maninjau didapatkan info bahwa
ikan endemik Danau Maninjau sudah
sulit ditemui. Ikan rinuak (rosterang
ryroania) yang merupakan salah satu
ikan yang mempunyai nilai ekonomis,
sulit ditemui keberadaaannya sejak
akhir tahun tepatnya pada November
2016. Penyebab utamanya adalah tubo
belerang dahsyat terjadi pada waktu
yang bersangkutan, keberadaan ikan
JURNAL BUANA
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL – UNP
Ещё видео!