SEJAK dibuka sepekan lalu, baru 27 orang mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bukan jumlah yang menggembirakan.
Lima tahun lalu, Pansel Calon Pimpinan KPK menerima hingga 194 pendaftar. Memang, masa pendaftaran kali ini masih dibuka hingga 4 Juli, tetapi lesunya pendaftaran di pekan pertama ini sudah bisa berarti banyak.
Pertama, tentu dipertanyakan mengapa orang tidak lagi seantusiasme dulu dalam menjadi pimpinan lembaga antirasuah? Gentarkah atau malah sebaliknya, kredibilitas lembaga itu sendiri yang tidak lagi dipercaya?
Kedua, memang bisa pula sedikitnya jumlah itu karena proses seleksi internal di institusi-institusi yang akan mengirimkan calon ke seleksi tersebut. Seperti Polri yang dikabarkan masih menyeleksi secara internal para perwira tinggi mereka.
Kita berharap bahwa proses internal itu benar untuk memastikan calon-calon terbaiklah yang akan dikirimkan kepada pansel. Kita berharap pula bahwa institusi-institusi lainnya, seperti kejaksaan, juga berupaya mengirimkan sebanyak mungkin anggota terbaik mereka untuk KPK. Hal itu
karena menjawab soal kualitas KPK sesungguhnya merupakan tugas bersama. Tugas yang langkah awalnya ditentukan dari proses seleksi ini.
Seberapa pun nanti akhirnya jumlah pendaftar yang masuk, kualitas integritas ialah nilai terpenting. Nilai itu pula yang jelas berada di atas latar belakang para pendaftar. Sejauh ini telah diungkapkan bahwa latar belakang pendaftar bervariasi, termasuk advokat, dosen, PNS, juga pensiunan. Dari sosok-sosok tersebut, pansel haruslah dapat melihat kualitas pimpinan yang tidak hanya mampu menjawab tantangan dari luar, tapi juga dari dalam lembaga KPK sendiri.
Kita tidak menutup telinga bahwa belakangan ini isu pengelompokan kian santer di KPK. Bahkan sudah disebutkan menyangkut nilai-nilai ideologis. Disebutkan bahwa ada kelompok tertentu yang sangat dominan, bahkan punya pengaruh yang kuat terhadap pimpinan KPK.
Pimpinan KPK terpilih nanti jangan sampai tunduk kepada kepentingan ideologi tertentu. Karena itulah, patut diapresiasi inisiatif pansel untuk menemui Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Tentu saja tim pansel akan meminta bantuan BIN dan BNPT sebagai langkah deteksi dini agar pansel tak kecolongan dengan adanya calon pimpinan KPK yang terpapar radikalisme.
Permasalahan semacam itu tentunya tidak dapat dibiarkan dan dianggap enteng sebab tak sekadar memengaruhi tingkat kepercayaan terhadap KPK, tapi memang sebenarnya juga memengaruhi kinerja. Terlebih kemudian dengan tudingan permainan politik yang juga dilakukan KPK.
Tidak kalah penting ialah mencari pimpinan KPK yang lebih kuat di bidang penanganan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Harus jujur diakui bahwa penanganan TPPU di kepemimpinan KPK jilid IV terbilang masih lemah.
Sederet permasalahan internal dan tantangan yang dihadapi ke depan itu menunjukkan perubahan besar yang memang sudah seharusnya dilakukan terhadap KPK. Pimpinan KPK yang terpilih nantinya haruslah orang yang bukan saja mampu memimpin perang terhadap korupsi, melainkan juga bisa mengembalikan kemudi kapal KPK agar tidak oleng.
Ещё видео!