Ekosistem mangrove semakin mendapatkan perhatian lebih dari Pemerintah Republik Indonesia. Mangrove Pasca 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) di Glasgow pada 31 Oktober-13 November 2021 lalu. Mangrove merupakan ekosistem kunci di pesisir yang menyediakan banyak layanan ekosistem dan memiliki fungsi ekologis yang penting, mulai dari menjadi habitat ikan, pengatur sedimentasi di wilayah hilir, menahan gelombang dan badai bahkan tsunami hingga berfungsi sebagai perlindungan dari kenaikan muka air laut (Barbier et al., 2011; UNEP, 2014; Kauffman et al., 2020). Ekosistem mangrove diyakini mampu menyerap dan menyimpan karbon secara signifikan, atau tiga kali lebih tinggi dibandingkan ekosistem lainnya, sehingga fungsi ini penting untuk mitigasi dan adaptasi iklim (Murdiyarso et al. 2015, Howard et al. 2017; Kauffman et al., 2020; Mursyid et al., 2021). Sejumlah tantangan muncul dalam hal melakukan preservasi dan konservasi ekosistem mangrove antara lain belum optimalnya pendekatan pembangunan inklusif, kerjasama antar pelaku usaha dan kewilayahan.
Sama halnya dengan ekosistem mangrove, lahan gambut juga memiliki peranan kunci terhadap lingkungan. Menurut Joosten (2007) lahan gambut hanya meliputi 3% dari luas daratan di seluruh dunia, namun mampu menyimpan 550 Gigaton karbon. Artinya, setara dengan 30% karbon tanah, 75% dari seluruh karbon atmosfer, setara dengan seluruh karbon yang terkandung dalam biomassa (massa total makhluk hidup) daratan dan setara dengan dua kali simpanan karbon semua hutan di seluruh dunia. Luas lahan gambut terbesar di AsiaTenggara sekitar 87% dari luas lahan gambut tropis di dunia berada di Indonesia (Page et.al., 2021; Gunawan et al., 2020) dan Kementerian Pertanian pada tahun 2019 menyampaikan bahwa luas lahan gambut di Indonesia mengalami penyusutan atau turun 1,5 juta hektar dibandingkan tahun 2011 dari 14,93 juta hektar menjadi 13,43 juta hektar (Limpo, 2019; Gunawan et al., 2020). Lahan gambut memiliki peran yang sangat penting dalam sistem iklim secara regional dan global, tercatat bahwa cadangan karbon di Indonesia mencapai 57,4 Giga ton atau setara dengan 9-11% cadangan karbon lahan gambut dunia (Page et al., 2011; Gunawan et al., 2020).
BRGM sebagai lembaga negara memiliki otoritas dan tanggung jawab untuk melaksanakan restorasi lahan gambut dan ekosistem mangrove di beberapa provinsi prioritas di Indonesia. Tanggung jawab ini secara parktis kemudian tidak hanya berfokus pada restorasi saja, melainkan juga berhubungan dengan tata kelola lahan gambut dan ekosistem mangrove secara sosial-ekonomi yang melibatkan masyarakat.
Merespon maksud tersebut, pengembangan ekonomi lokal menjadi penting sebagai bagian kunci untuk menjaga lingkungan. Ekonomi lokal yang berkembang dinilai akan sejalan dengan pengurangan perambahan sumber daya yang dilindungi, termasuk gambut dan mangrove. Untuk itu, kerjasama BRGM dan PSEK UGM ini tidak hanya berfokus pada pola “public works” (padat karya), namun juga pada pengembangan model pengembangan ekonomi lokal berbasis lahan gambut dan ekosistem mangrove inklusif yang diharapkan dapat menjadi model bagi efektivitas dan dampak dari pencapaian target tersebut.
Kegiatan penelitian kemitraan ini mendapat dukungan dari Kementerian dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Skema Matching Fund yang dilakukan di Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Penelitian juga melibatkan 54 mahasiswa UGM yang ditempatkan di 15 desa lokasi penelitian sebagai bagian dari pelaksanaan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
#EkonomiLokal #Gambut #Mangrove
www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id
