Jika, misalnya, Anda ngobrol dengan orang Singapura dan dia bilang, "come to my house!" bisa jadi dia orang kaya. Jika orang Singapura menyebut kata "house" atau rumah, itu berarti ia tinggal di "rumah tanah". Rumah privat. Yang harganya, kini, paling murah senilai Rp20 miliar. Meskipun, belum tentu, "kekayaannya" tidak diperoleh dari usahanya sendiri.
Ada dua model tempat tinggal di Singapura. 90 persen warga Singapura, tinggal di flat atau apartemen atau rumah susun. Sisanya, ya itu tadi, tinggal di "rumah tanah" atau rumah pribadi. Meski harga rumah tanah bisa dibilang NGERI, namun tak semua mereka yang tinggal di rumah tanah kaya. Banyak rumah-rumah tanah yang tak terurus, reot, kotor, karena pemiliknya tidak mampu merawat dengan baik. Banyak di antara pemilik rumah pribadi saat ini, BERUNTUNG karena lokasi rumahnya bukan merupakan lokasi yang jadi rencana pengembangan rumah susun. Hingga tidak tergusur atau "dibeli paksa" oleh pemerintah. Di Singapura, tanah memang dimiliki pemerintah. Jika diperlukan dan hendak dipakai, tanah harus diserahkan pemerintah.
Rumah tanah mungkin harganya mahal. Privat. Tidak takut terganggu tetangga satu tembok. Tapi, punya rumah ini juga butuh banyak biaya untuk merawatnya. Apa-apa diurus sendiri oleh pemiliknya, dan di Singapura biaya perawatan rumah sangat mahal. Berbeda dengan rumah susun, yang nyaris 100 persen diurus negara. Pemilik rumah tinggal bayar iuran bulanan sekitar 40 dolar, mulai urusan kebersihan, lift, sarana umum seperti tempat main, olahraga, taman, dls, diurus pemerintah.
Di episode kali ini, saya ingin ajak Anda melongok rumah tanah yang situasinya tak jauh-jauh amat dengan perumahan di Indonesia. Monggo!
Ещё видео!