Tolak PP 85/2021, Ancam Kandangkan Kapal
SeputarProblinggo.com-Puluhan nelayan dan pengusaha kapal perikanan di Probolinggo, Jawa Timur, menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 Tentang pembayaran PHP (Pungutan Hasil Perikanan).
Tak hanya itu, mereka yang tergabung dalam Himpunan Nelayan dan Pengusaha Perikanan (HNPP) Samudra Bestari juga menolak Permen KKP RI Nomor 10 Tahun 2021 serta Kepmen KKP Nomor 85 Tahun 2021 dan Kepmen KKP Nomor 87 Tahun 2021 Tentang Pembatasan Kegiatan usaha Kapal Perikanan.
Mereka meminta pemerintah mengkaji ulang, bahkan jika perlu mencabut aturan tersebut. Sebab, aturan yang dimaksud merugikan, bahkan bisa mematikan usahanya. Pernyataan sikap itu disampaikan nelayan dan pengusaha perikanan, Senin (27/09/21) pagi, di kantor Samudera Bestari, areal Pelabuhan Perikanan Mayangan (PPM).
Pernyataan sikap dibacakan ketua HNPP Samudra Bestari, Raymon di depan sejumlah awak media. Disebutkan, surat peernyataan sikap yang ditujukan ke Presiden Joko Widodo akan diserahkan ke kantor Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) yang berlokasi di depan kantornya.
"Surat ini kami sampaikan ke kantor PSDKP. Biar PSDKP yang menyampaikan ke pak presiden," ungkapnya, di depan sejumlah wartawan.
Dalam pernyataan sikapnya Raymon menjelaskan, pemerintah melalui PP Nomor 85 Tahun 2021 telah menaikkan PHP (Pungutan Hasil Perikanan) sebesar 400 persen. Tak hanya itu Permen KKP RI Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pembatasan Kegiatan usaha Kapal Perikanan, juga merugikan nelayan dan pengusaha perikanan.
Disebutkan, aturan tersebut berisi tentang pangkalan atau bongkar-muat kapal yang hanya satu tempat yakni, di Ambon. Menurutnya, kapal Probolinggo yang mencari ikan di tengah laut, tidak boleh dibongkar di Probolinggo. “Masak seperti itu. Lalu bagaimana nasib pekerja bongkar-muat yang ada di sini, kan kehilangan pekerjaan,” tandasnya.
Selain itu kapal pengakut yang diperbolehkan hanya kapal pancing. Tentuy saja aturan tersebut lanjut Raymon akan berdampak terhadap kapal jarring, kursen atau kapal penangkap cumi. Aturan trersebut menurutnya, tidak adail. ”Bagaimana nasib kapal yang lain, kalau yang boleh hanya kapal pancing,” ujarnya.
Tak hanya itu, Raymon juga mengatakan, tempat ekspor ikan hanya di satu tempat yakni, di wilayah Maluku. Aturan seperti itu tentunya merugikan nelayan dan pengusaha ikan. Jika ini diberlakukan “Aturan ini merugikan kami dan menguntungkan segelintir orang. Karenanya kami menolak atuarn tersebut. Kaji ulang, kalau perlu dicabut,” tegasnya.
Raymon heran,. mengapa pemerintah membuat aturan yang menyebabkan nelayan dan pengusaha ikan, terkunci. Sementara disisi lain pemerintah menaikkan PHP hingga 400 persen. “Pemerintah ingin menaikkan pendapatan dari kami. Sementara kami dikunci. Apalagi saat ini masih pandemic covid 19. Bertahan saja lebuih dari cukup,” pungkasnya.
Jika Pemerintah tetap membrtrlakukan aturan tersebut atau tidak mengindahkan pernyataan sikap HNPP, maka nelayan dan pengusaha perikanan mengancam, tidak akan mengoperasikan kapalnya. Jika kapal diliburkan, maka ribuan pekerja (Buruh) yang aakan kehilangan pekerjaan.
“Jika pemerintah tetap memberlakukan aturan tersebut, kapal kami tidak akan beroperasi. Ribuan
Pekerja kami yang akan kehilangan pekerjaan,” pungkasnya.
Link Berita :
[ Ссылка ]
Ещё видео!